Tafsir Yasin Ayat 1-12
Surah Yaasiin
Surah ke-36. 83 ayat. Makkiyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat
1-12: Pernyataan dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala bahwa Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam itu benar-benar seorang rasul, tugas
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, peringatan hanya bermanfaat bagi
orang yang takut kepada Allah, sikap kaum musyrik terhadap Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam dan pertolongan Allah kepada Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam.
يس
(١) وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ (٢) إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (٣) عَلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (٤) تَنْزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ (٥) لِتُنْذِرَ
قَوْمًا مَا أُنْذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ (٦) لَقَدْ حَقَّ
الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ (٧) إِنَّا جَعَلْنَا
فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلالا فَهِيَ إِلَى الأذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ
(٨) وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا
فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ (٩) وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ
أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لا يُؤْمِنُونَ (١٠) إِنَّمَا
تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ
فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ (١١) إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي
الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ
أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ (١٢)
Terjemah Surat Yasin Ayat 1-12
1. Yaa siin.
2. [1]Demi Al Quran yang penuh hikmah,
3. [2]Sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,
4. [3](yang berada) di atas jalan yang lurus,
5. [4] (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang,
6. [5]Agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyangnya belum pernah diberi peringatan[6], karena itu mereka lalai[7].
7. [8]Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.
8. [9]Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah[10].
9.
Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang
mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak
dapat melihat[11].
10.
Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada
mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak
akan beriman juga[12].
11. Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan[13] kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan[14] dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih walaupun mereka tidak melihat-Nya. [15]Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia (surga).
12. Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati[16], [17]dan Kamilah yang mencatat[18] apa yang telah mereka kerjakan[19] dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan[20]. Dan segala sesuatu[21] Kami kumpulkan dalam kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh).
[1]
Ini adalah sumpah Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan Al Qur’anul Karim,
di mana sifatnya adalah hikmah (bijaksana) dan menempatkan sesuatu pada
tempatnya, perintahnya tepat dan larangannya tepat, memberikan balasan
pada tempatnya, hukum-hukum syar’i dan jaza’i(balasan)nya juga penuh
dengan hikmah. Di antara kebijaksanaan Al Qur’an adalah menggabung
antara menyebutkan hukum dengan hikmahnya, mengingatkan akal terhadap
hal-hal yang sesuai dan sifat-sifat yang menghendaki untuk dihukumi.
[2] Ayat ini sebagai bantahan terhadap orang-orang kafir yang mengatakan kepada Beliau, “Engkau bukan seorang rasul.” Firman-Nya, “Sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,”
merupakan isi dari sumpah sebelumnya, yakni Allah bersumpah dengan Al
Qur’an, bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk para
rasul. Oleh karena itu, yang Beliau bawa sama dengan yang dibawa para
rasul sebelumnya seperti dalam masalah-masalah ushul/pokok. Di samping
itu, barang siapa yang memperhatikan keadaan para rasul dan sifat
mereka, maka dia akan mengetahui bahwa Beliau termasuk rasul pilihan
karena sifat-sifat sempurna yang Beliau miliki dan akhlak utama. Hal ini
tidaklah samar, karena adanya hubungan yang kuat antara yang dipakai
untuk bersumpah, yaitu Al Qur’an dan hal yang disumpahkan, yaitu
kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga jika
seandainya tidak ada dalil dan saksi terhadap kerasulan Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam selain Al Quranul Karim ini, tentu ia
sudah cukup sebagai dalil dan saksi terhadap kerasulan Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan Al Qur’anul Karim merupakan dalil
terkuat yang menunjukkan kerasulan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
[3]
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan sifat yang
paling besar bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang
menunjukkan kerasulan Beliau, yaitu bahwa Beliau berada di atas jalan
yang lurus, yang dapat menyampaikan kepada Allah dan kepada surga-Nya.
Jalan yang lurus tersebut mencakup ilmu (pengetahuan terhadap yang hak)
dan amal, di mana amal tersebut adalah amal yang saleh; yang memperbaiki
hati dan badan, dunia dan akhirat. Termasuk ke dalam amal saleh adalah
akhlak yang utama yang membersihkan jiwa dan menyucikan hati serta
mengembangkan pahala. Jalan yang lurus merupakan sifat bagi Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan sifat bagi agama yang Beliau bawa.
Maka perhatikanlah keagungan Al Qur’an ini, di mana Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menggabung antara bersumpah dengan sesuatu yang paling mulia
dipakai bersumpah dan hal agung yang disumpahkan (yaitu kerasulan
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam). Memang berita Allah saja yang
menunjukkan kerasulan Beliau sudah cukup, akan tetapi Dia menegakkan
dalil-dalil yang jelas dan bukti-bukti yang nyata di sini untuk
menunjukkan kebenaran yang disumpahkan itu serta mengisyaratkan kepada
kita untuk mengikuti jalannya.
[4]
Jalan yang lurus itu diturunkan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha
Penyayang ke dalam kitab-Nya dan diturunkan-Nya sebagai jalan bagi
hamba-hamba-Nya. Jalan yang lurus itu dapat menyampaikan mereka
kepada-Nya dan kepada surga-Nya. Maka dengan keperkasaan-Nya, Dia
menjaga jalan itu dari perubahan dan dengan jalan itu, Dia merahmati
hamba-hamba-Nya dengan rahmat yang mengena kepada mereka sehingga dapat
menyampaikan mereka ke tempat rahmat-Nya (surga). Oleh karena itulah,
Dia tutup ayat ini dengan dua nama-Nya yang mulia; Al ‘Aziz dan Ar
Rahiim.
[5]
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah terhadap kerasulan Beliau
dan menegakkan dalil terhadapnya, maka Allah menyebutkan tingginya
tingkat kebutuhan manusia kepadanya dan sudah sangat mendesak sekali.
[6] Yakni berada di zaman fatrah (terputus pengiriman rasul).
[7]
Dari iman dan petunjuk atau dari tauhid. Mereka ini adalah orang-orang
Arab yang ummiy (buta huruf), mereka sebelumnya selalu kosong dari kitab
dan rasul, kebodohan dan kesesatan telah merata menimpa mereka, maka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengutus kepada mereka seorang rasul dari
kalangan mereka yang menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al
Qur’an dan hikmah (As Sunnah), padahal mereka sebelumnya berada dalam
kesesatan yang nyata, maka Beliau memberi peringatan kepada orang-orang
Arab yang ummi dan orang-orang yang bertemu mereka, serta mengingatkan
Ahli Kitab terhadap kitab yang ada pada mereka, maka dengan diutusnya
Beliau merupakan nikmat dari Allah kepada bangsa Arab secara khusus dan
kepada semua manusia secara umum. Akan tetapi, mereka yang didatangi
rasul itu terbagi menjadi dua golongan: (1) Golongan yang menolak apa
yang Beliau bawa dan tidak menerima peringatan itu, di mana tentang
mereka Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.” (2) Golongan yang menerima peringatan sebagaimana yang disebutkan pada ayat 11 dalam surah Yaasiin ini.
[8]
Yakni berlaku pada mereka qadha’ dan kehendak-Nya, bahwa mereka
senantiasa dalam kekafiran dan kemusyrikan, dan dijatuhkan kepada mereka
perkataan (hukuman) karena sebelumnya mereka telah disodorkan
kebenaran, lalu mereka menolaknya, maka sebagai hukumannya hati mereka
dicap.
[9]
Menurut Syaikh As Sa’diy, selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala
menyebutkan penghalang yang menghalangi masuknya iman ke dalam hati
mereka.
[10]
Yakni mengangkat kepalanya dan tidak sanggup menundukkannya. Menurut
sebagian ahli tafsir, ayat ini merupakan tamtsil (perumpamaan) yang
maksudnya adalah bahwa mereka tidak mau tunduk beriman.
[11] Ayat ini juga menurut sebagian ahli tafsir merupakan tamtsil yang menunjukkan tertutupnya jalan bagi mereka untuk beriman.
[12]
Yakni bagaimana akan beriman orang yang telah dicap hatinya, di mana ia
sudah melihat yang hak sebagai kebatilan dan yang batil sebagai hak.
[13]
Yakni peringatan dan nasihatmu hanyalah bermanfaat bagi orang yang
mengikuti peringatan, yaitu mereka yang niatnya adalah mengikuti
kebenaran.
[14]
Maksudnya peringatan yang diberikan oleh Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam hanyalah berguna bagi orang yang mau mengikutinya.
[15]
Yakni barang siapa yang memiliki kedua sifat ini, yaitu niat yang baik
dalam mencari yang hak (benar) dan rasa takut kepada Allah. Orang yang
seperti inilah yang dapat mengambil manfaat dari risalah Beliau dan
dapat membersihkan dirinya dengan pengajaran Beliau. Oleh karena itu,
berikan kabar gembira kepadanya dengan ampunan dan pahala yang mulia
terhadap amal mereka yang saleh dan niatnya yang baik.
[16] Yakni Kami bangkitkan mereka setelah matinya untuk diberikan balasan terjadap amal mereka.
[17]
Abu Bakar Al Bazzar berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abbad bin
Ziyad As Saajiy. (Ia berkata): Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman
bin Umar. (Ia berkata): Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al
Jaririy dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id radhiyallahu 'anhu ia berkata,
“Sesungguhnya Bani Salamah mengeluhkan kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam jauhnya tempat tinggal mereka dari masjid, maka
turunlah ayat, “dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.”
Maka akhirnya mereka tetap tinggal di tempat tersebut. Ia (Al Bazzar)
juga berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna.
(Ia berkata): Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul A’la. (Ia berkata):
Telah menceritakan kepada kami Al Jaririy Sa’id bin Ayas dari Abu
Nadhrah dari Abu Sa’id radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam yang sama seperti itu. Menurut Ibnu Katsir, bahwa di sana
terdapat keghariban (keasingan) karena disebutkan turunnya ayat ini,
sedangkan surat tersebut semuanya adalah Makkiyyah. Hadits ini para
perawinya adalah para perawi hadits shahih kecuali ‘Abbad bin Ziyad,
tentang dia terdapat pembicaraan sebagaimana dalam Tahdzibut Tahdzib,
akan tetapi hadits ini telah dimutaba’ahkan sebagaimana yang kita lihat.
Tirmidzi juga meriwayatkannya di juz 4 hal. 171 dan ia menghasankannya.
Hakim di juz 2 hal. 428 juga meriwayatkan dan ia menshahihkannya namun
didiamkan oleh Adz Dzahabi dari hadits Abu Sa’id Al Khudriy, akan tetapi
di hadits itu dalam riwayat keduanya ada Tharif bin Syihab, sedankan
dia adalah dha’if sekali sebagaimana dalam Al Mizan, namun orang
tersebut dalam riwayat Hakim adalah Sa’id bin Tharif, mungkin saja
sebagian rawi keliru dalam hal ini. Akan tetapi, hadits ini memiliki
syahid dalam riwayat Ibnu Jarir rahimahullah dari Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rumah orang-orang Anshar berjauhan dari
masjid, lalu mereka ingin pindah ke dekat masjid, maka turunlah ayat, “Dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” Hadits
ini melalui jalan Simak dari Ikrimah, sedangkan riwayat Simak dari
Ikrimah adalah mudhtharib, akan tetapi ia termasuk ke dalam syahid.
Syaikh Muqbil berkata, “Adapun ucapan Ibnu Katsir rahimahullah, bahwa di
sana terdapat keghariban karena surat terseut semua (ayat)nya adalah
Makkiyyah, maka belum jelas arahnya bagiku. Kalau memang ayat ini turun
di Mekah, maka tidaklah menghalangi turunnya dua kali, namun jika tidak
pasti turunnya di Mekah, maka bisa saja surat ini Makkiyyah selain ayat
itu sebagaimana yang sudah biasa, wallahu a’lam.” (Lihat Ash Shahihul
Musnad Min Asbaabin Nuzul hal. 193-194 oleh Syaikh Muqbil).
[18] Dalam Lauh Mahfuzh.
[19] Dalam hidup mereka; perbuatan baik atau buruk untuk diberikan balasan.
[20]
Baik atau buruk bekas yang mereka tinggalkan, di mana mereka menjadi
sebab ada tidaknya perbuatan itu baik di masa hidup mereka maupun
setelah mati mereka, demikian pula amalan yang dilakukan karena ucapan,
perbuatan dan keadaan mereka. Oleh karena itu, setiap kebaikan yang
dikerjakan oleh seseorang disebabkan pengetahuannya, pengajarannya, dan
nasihatnya, atau amar ma’ruf dan nahi mungkarnya atau ilmu yang dia
tanamkan ke dalam diri siswa atau ia tulis dalam beberapa kitab yang
kemudian dimanfaatkan baik pada masa hidupnya maupun setelah matinya,
atau mengerjakan kebaikan, seperti shalat, zakat, sedekah dan berbuat
ihsan, lalu diikuti oleh orang lain. Atau ia membangun masjid atau
membuat suatu tempat yang kemudian dimanfaatkan oleh manusia, dsb. Maka
hal itu termasuk bekas peninggalan yang dicatat pula, sebagaimana
peninggalan buruk juga dicatat. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ
عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ
وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا
وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa
mencontohkan dalam Islam contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan setelahnya. Barang siapa
yang mencontohkan sunnah yang buruk, maka ia akan menanggung dosanya dan
dosa orang yang mengamalkan setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari
dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)
Hal ini
menunjukkan pula betapa tingginya kedudukan dakwah kepada Alah;
membimbing manusia ke jalan-Nya dengan berbagai sarana dan jalan yang
dapat mencapai kepadanya, dan menunjukkan rendahnya kediudukan orang
yang mengajak kepada keburukan atau menjadi imam dalam hal ini, dan
bahwa ia adalah makhluk paling hina, paling besar kejahatan dan dosanya.
[21] Baik amal, niat dan selainnya.
0 komentar:
Posting Komentar