Pada
tanggal 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia Soekarno dan Moch
Hatta telah mempromalirkan Kemerdekaan Indonesia. Sebuah peristiwa
bersejarah bagi bangsa Indonesia yaitu kemerkedaan, sejak itu bangsa
Indonesia terbebas dari belenggu penjajah Belanda dan Jepang. Kemerdekan
senantiasa memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan suatu
bangsa. Kemerdekaan bangsa Indonesia ini juga ikut diperjuangkan oleh
para ulama yang mendesak Soekarno untuk memproklamirkan Kemerdekaan
Republik Indonesia saat di halangi oleh Inggris. Karena apabila tidak
segera diproklamirkan, maka bangsa Indonesua harus menunggu Kemerdekaan
Negara dan Bangsa Indonesia selama 300 tahun mendatang. Selain
mendesak Soekarno untuk segera memproklamirkan Kemerdekaan Republik
Indonesia, para ulama juga mempunyai beberapa jasa yang tidak dapat
diabaikan oleh bangsa Indonesia.
Pertama, para ulama
menyadarkan rakyat akan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan para
penjajah. Di berbagai pesantren, madrasah, organisasi, dan pertemuan
lainya, para ulama menanamkan kesadaran di hati rakyat akan
ketidakadilan dan kesewenang-wenangan tersebut.
Kedua, para
ulama memimpin gerakan non kooperatif pada penjajah Belanda. Para ulama
di masa penjajahan banyak mendirikan pesantren di daerah-daerah
terpencil, untuk menjauhi bangsa penjajah yang banyak tinggal di kota.
Di masa revolusi, Belanda mempropagandakan pelayanan perjalanan haji
dengan ongkos dan fasilitas yang dapat dijangkau oleh kaum Muslim di
daerah jajahanya. KH Hasyim Asy’ari menentang, beliau mengeluarkan fatwa
bahwa pergi haji dalam masa revolusi dengan menggunakan kapal Belanda
hukumnya haram. Setiap bujukan agar Kiai Hasyim tunduk dan mendukung
Belanda selalu gagal dilakukan. Gerakan non kooperatif ini pun dilakukan
dan dipimpin oleh ulama-ulama lainnya.
Ketiga, mengeluarkan
fatwa wajibnya jihad melawan penjajah. Fatwa jihad ini sangat besar
pengaruhnya dalam membangkitkan semangat pahlawan. Perang melawan
penjajah dianggap jihad fi sabilillah, yakni perang suci atau perang
sabil demi agama. Keempat, memobilisasi dan memimpin rakyat
dalam perjuangan fisik melawan penjajah. Banyak ulama yang menjadi
pemimpin perlawanan, seperti Pangeran Dipenogoro, Fatahillah, Imam
Bonjol, Teungku Cik Ditiro, KH Hasyim Asy’ari, KH Abbas Buntet, KH
Zainal Mustafa, dll.
Kelima, menyerupakan
persatuan membela kemerdekaan RI yang diproklamasikan Soekarno-Hatta.
Para ulama yang dipimpin Kiai Hasyim Asy’ari memfatwakan kewajiban
mempertahankan kemerdekaan RI, dan pada 1954 sebuah Musyawarag Alim
Ulama Indonesia (NU) di Cipanas mengambil keputusan bahwa Presiden
Soekarno adalah Waliyyul Amri Dharuri bisy-Syaukah, artinya pemegang
pemerintahan yang punya cukup kewibawaan dipatuhi oleh pejabat dan
rakyat.
Keenam, berperan
aktif dalam mengisi awal kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan para ulama
ikut mempersiapkan kemerdekaan, termasuk di BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia). Dan pada awal kemerdekaan, banyak
ulama yang aktif di pemerintahan atau parlemen. Dan juga tak terhitung
para ulama yang berjuang melalui organisasi dan pendidikan.
Kemerdekaan
bukan hanya hasil dari usaha para bangsawan, tokoh nasionalis
terpelajar, dan tentara, namun juga hasil besar dari usaha para ulama.
Karenanya sudah selayaknya perjuangann para ulama harus dihargai, baik
ulama yang sudah terkenal maupun yang belum terkenal karena jasa
kepahlawanannya harus di hargai. Sebagaimana yang dikatakan Bung Karno,
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.”
Sumber :
https://www.facebook.com/MKYDMI/posts/547233878657342547233878657342
0 komentar:
Posting Komentar