“Tujuan dari hukuman dalam pendidikan Islam adalah memberikan arahan dan
perbaikan, bukan balas dendam dan pemuasan diri. Untuk itulah harus
diperhatikan kebiasaan anak dan karakternya sebelum menghukumnya, memotivasi
anak untuk berusaha memahami dan memberbaiki kesalahannya, untuk kemudian kesalahan
tersebut dimaafkan setelah diperbaiki.” (Jamal Abdurrahman dalam Athfalul
Muslimin Kaifa Robbahumun Nabiyil Amin)
Dikarenakan hukuman ibarat obat, maka harus
dijelaskan dosisnya dengan detail dan teliti. Jika dosisnya kurang maka
penyakit tidak sembuh dan jika dosisnya kebanyakan maka bisa membahayakan
pasien. Untuk itulah, kita semua harus mengetahui kaidah-kaidah hukuman yang
merupakan dosisnya, sebagaimana yang diajarkan dalam Al Quran dan Sunnah.
Berikut ini kaidah-kaidah hukuman (diambil dari
berbagai buku pendidikan Islam yang disimpulkan dari berbagai ayat dan hadits
nabi).
1.
Kelembutan dan pendekatan harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum hukuman
2.
Hukuman dengan pukulan merupakan hukuman
terberat. Maka metode ini tidak boleh dipakai kecuali jika semua upaya tak lagi
berguna.
3.
Menggantungkan cambuk adalah perintah nabi
“Dari
Ibnu Abbas radhiallahu anhum dan ia memarfu’kannya kepada Nabi shallallahu
alaihi wasallam: Gantungkanlah cambuk yang bisa dilihat oleh semua anggota
keluarga, karena itu sebagai adab bagi mereka.” (HR. Ath
Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir, dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az
Zawaid dan Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah).
Dalam
riwayat lain, “Jangan kamu angkat tongkatmu dari mereka dan takut-takutilah
karena Allah azza wajalla.” (HR. Al Baihaqi, Ibnu Asakir dan Abd bin
Humaid). Umar bin Khattab pun langsung ke pasar membeli cambuk dan digantungkan
di tempat yang bisa dilihat istri dan keluarganya.
4.
Jika kesalahan terjadi, maka berikut ini
beberapa bentuk teguran sebelum pukulan sebagai solusi terakhir
a.
Nasehat dan petunjuk Rasulullah saw memberi
nasehat dan pentunjuk bagi Umar bin Abi Salamah, “Hai nak, sebutlah nama
Allah ta’ala, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang ada di
hadapanmu.” (Muttafaq Alaih)
b.
Berpaling darinya
“Rasulullah saw
jika melihat dari salah satu keluarganya ada sebuah dusta, beliau terus
berpaling darinya hingga ia bertaubat.” (Lihat: Shahih Jami’ Ash Shagir, Al Albani)
c.
Ekspresi wajah
Ekspresi yang
menunjukkan ketidaksenangan atas perbuatan itu.
d.
Teguran lisan
Seperti teguran
Nabi kepada Hasan yang memakan kurma shadaqah, “Buang!, tidakkah kamu tahu
kalau kita tidak memakan shodaqoh.” (HR. Muslim)
e.
Menghentikan perbuatan
Rasulullah saw
meminta orang yang berkali-kali bertahak/mengeluarkan suara karena kekenyangan
untuk menghentikan perbuatannya itu,“Hentikan dari majlis kami suara
tahakmu, karena orang yang paling banyak kenyang di dunia adalah orang yang
paling panjang laparnya di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah,
Tirmidzi berkata: Hasan Ghorib)
f.
Menjauhinya
Jika diperlukan seorang orangtua atau pendidik bisa menjauhinya sebagai bentuk hukuman. Tetapi dengan catatan tidak boleh lebih dari 3 hari. Sesuai dengan petunjuk nabi: “Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari 3 hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika diperlukan seorang orangtua atau pendidik bisa menjauhinya sebagai bentuk hukuman. Tetapi dengan catatan tidak boleh lebih dari 3 hari. Sesuai dengan petunjuk nabi: “Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari 3 hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
g.
Menjewer
Ini adalah hukuman pertama untuk anak. Pada tahap ini si anak mulai mengenali kepedihan akibat melakukan kesalahan, yaitu telinganya dijewer. An-Nawawi menyebutkan dalam kitab ad-Adzakaar, dia katakan: Kami riwayatkan dalam kitan Ibnu Suni, dari Abdullah bin Busral-Mazzini r.a., ia berkata “Ibuku mengutusku kepada Rasulullah saw dengan membawa seikat anggur. Nah, aku memakannya sebagian sebelum aku sampaikan kepada beliau. Ketika aku sudah bertemu beliau, beliau menjewer telingaku dan mengatakan, Hai Ghudar (koruptor).”
Ini adalah hukuman pertama untuk anak. Pada tahap ini si anak mulai mengenali kepedihan akibat melakukan kesalahan, yaitu telinganya dijewer. An-Nawawi menyebutkan dalam kitab ad-Adzakaar, dia katakan: Kami riwayatkan dalam kitan Ibnu Suni, dari Abdullah bin Busral-Mazzini r.a., ia berkata “Ibuku mengutusku kepada Rasulullah saw dengan membawa seikat anggur. Nah, aku memakannya sebagian sebelum aku sampaikan kepada beliau. Ketika aku sudah bertemu beliau, beliau menjewer telingaku dan mengatakan, Hai Ghudar (koruptor).”
5.
Hukuman tidak boleh menjatuhkan kemuliaan diri
sebagai manusia
6.
Hukuman tidak boleh sering dilakukan karena
akan membuat anak justru semakin bertambah beku dan bodoh.
7.
Beri kesempatan pada kesalahan pertama untuk
memperbaiki
8.
Jangan mengancam dengan sebuah hukuman jika
tidak melaksanakan.
9.
Jaga lisan saat menghukum
10.
Yang menghukum harus orang tuanya tidak boleh
diserahkan kepada saudaranya atau temannya
11.
Jika semua hukuman sudah tidak bisa lagi
memperbaiki, maka hukuman terakhir berupa pukul atau sabet, bisa dilaksanakan
dengan memperhatikan beberapa syarat berikut:
a.
Sebelum dipukul, wajib dijelaskan sebab hukuman
tersebut dengan menjelaskan perbuatan benar yang tidak akan menyebabkan hukuman
pukulan
b.
Anak-anak tidak boleh dipukul sebelum berusia
10 tahun
c.
Untuk kesalahan sebesar kesalahan meninggalkan
shalat. Di bawah itu, tentu tidak dipukul dengan cara yang sama dengan
meninggalkan shalat.
d.
Tidak dipukul lebih dari 10 kali
e.
Pukulan tidak boleh membekas di kulit
f.
Alat pemukulnya sedang, tidak terlalu lembek
dan tidak terlalu keras
g.
Pukulan diberikan dibeberapa bagian badannya,
tidak di satu tempat
h.
Berikan jeda dari satu pukulan ke pukulan
berikutnya, agar rasa sakitnya mereda terlebih dahulu
i.
Tidak boleh memukul wajah, kepala dan kemaluan.
Lebih baik pukulan di kaki atau tangan
j.
Guru tidak boleh memukul saat marah, karena
guru itu mendidik bukan membalas
k.
Hentikan hukuman juka anak-anak berlindung
kepada Allah