Melawan Pikun dengan Menghafal Al-Quran


Melawan Pikun dengan Menghafal Al-QuranSekolah Penghafal Al Qur'an - Banyak ajakan untuk melawan lupa bahkan pikun. Diantaranya adalah menulis. Termasuk di Kompasiana ini. Maka sayapun menulis apa saja yang ingin ditulis. Terlepas ada yang membaca atau menengok dan melirik, bukan persoalan. Dibaca orang lain alhamdulillah, tidak dibacapun tidak persoalan. Karena tujuannya memang menulis untuk melawan lupa. Ibarat kata adalah ‘mengikat’ ilmu. Imam Ali bin Abu Thalib ra memang pernah mengingatkan bahwa ilmu akan hilang dan liar jika tidak diikat. Maka ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Ikatan ini diistilahkan dengan ‘ighal’ yang dalam serapan bahasa Betawi bermakna ‘ghutrah’ penutup baju Arab thob diatas kepala sehingga tidak liar dan terbang ditiup angin. Walau saat ini di negara asalnya, khususnya Arab Saudi, kalau ‘agamawan’ (muthawa’) tidak memakai ghutrah tersebut sedangkan yang lainnya memakai. Bisa dibedakan mana muthawa’ dan mana bukan. Begitu kira-kira.

Saya punya cara lain untuk melawan lupa dan pikun. Salah satunya adalah dengan menghafal Al-Qur’an. Al-Qur’an itu sungguh mudah, bagi siapa saja. Karena sudah menjanjikan dalam hal ini. Walaqad yassarnal Qur’ana lizzikri, fahal mimmuddakir? Sungguh Allah akan mudahkan Al-Qur’an itu untuk dihafal (dipelajari, dikaji dsb), cuma sedikit sekali orang yang menyadarinya. Membaca Al-Qur’an tidak perlu bergelar Profesor Doktor. Seorang yang tidak sekolah sekalipun mudah untuk membaca Al-Qur’an. Bahasa Al-Qur’an juga mudah dilafalkan oleh bangsa mana saja, baik Arab, non-Arab. Orang Eropa, Amerika, Afrika, Melayu, China dan sebagainya. Semuanya mudah dan boleh atau bisa melafalkan Al-Qur’an. Tidak perlu sekolah tinggi-tinggi untuk bisa membaca Al-Qur’an. Berbeda dengan matematika, fisika, kimia milsanya yang harus sekolah dan dahi berkerut memikirkannya.

Bagi umat Islam Al-Qur’an adalah firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai wahyu melalui  malaikat Jibril dan membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an adalah sumber syariat Islam bersanding Sunnah Rasulullah saw. Al-Qur’an menjadi pedoman hidup. Kenapa hal itu semua? Karena Al-Qur’an adalah wahyu.

Tapi sayang, berdasarkan pengalaman pribadi sendiri, saya menemukan kenyataan bahwa umat Islam Indonesia masih banyak yang belum benar  bacaan Al-Qur’annya, baik tajwid maupun makhraj dan kelancarannya. Kalau masyarakat awamnya masih ditoleransi, namun hal ini sudah menyandang Ustaz. Bahkan saya menemukan Ustaz-Ustaz yang ke Hogn Kong - ironis - yang dikirim oleh organisasi non-profit yang terkenal dengan dengan gerakan zakatnya banyak ustaz-ustaz mereka yang tidak fasih. Saya sungguh terkejut karena selama ini belum pernah mendengar mereka melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an atau bahasa Arab. Suatu ketika malam takbiran Idul Fitri, barulah ketahuan aslinya dimana memimpin takbiran yang tidak bisa dan fashih. Begitupun saya saksikan sendiri sewaktu takbiran Idul Adha yang baru lalu di HK. Sungguh miris. Ini ustaz lho! Jika demikian, mau dibawa umat ini.

Saya yakin dan menemukan hal serupa juga banyak didapati para aktifis keagamaan di sekolah umum, PT negeri maupun swasta bahkan organisasi keagamaan yang banyak beredar di Indonesia, yang semangat keagamaannya (ghirah), yang memang tidk punya latar belakang ngaji di selain sekolah umum (SD, SMP dan SMA). Ibarat kata, cuma abru semangatnya doang menggebu-gebu. Baca ‘Assalamualaikum’nya saja masih keliru intonasinya. Juga banyak saya temukan kelompok berjenggot yang masih salah bacaan Al-Qur’annya. Hal ini saya temukan ketika memmpin shalat tarawih. Masya Allah, masih belentang-belentong bacaan surahnya. Sungguh mengenaskan.

Kami - alhamdulillah - orang tua saya mewajibkan seluruh anak-anaknya mengikuti dua sekolah sekalgus (SD pagi dan Madrasah Sore), bahkan masih mengaji lagi pada guru pada malam hari yang lebih khusus pada kajian bahasa Arab dan Al-Qur’an, sehingga anak tidak banyak waktu luang untuk bermain, kalau sekarang menonton TV atau bermain game. Saya masih menerapkan hal ini kepada anak-anak saya. Walaupun kamu insinyur - istilahnya - tapi minimal membaca Al-Qur’an harus bisa dan lancar, bahkan kalau perlu tahu juga tafsirnya. Alhamdulillah ini terjadi pada salah satunya yang sedang kuliah di ITB. Bahkan tiap bulan saya review bacaan Al-Qur’annya. Begitu juga yang lain-lainnya.

Itu fakta. Ustaz semakin kesini semakin ‘jahil’. Khawatir akan sabda baginda Nabi Muhammad saw yang mewanti-wanti bahwa nanti di akhir zaman akan datang ulama (ustaz) yang jahil, yang menyesatkan diri sendiri dan orang lain. Nauzubillah. Belum lagi pengalaman selama ini mengajar kajian tafsir di kalangan masyarakat menengah di Jakarta. Masih banyak yang bacaan Al-Qur’annya belum baik. Intinya, kita masih ‘minoritas’ kualitas - baru membacanya - belum lagi mengkajinya, belum lagi menghafalnya, dst. Masih jauuuhhhh dari ideal.

Membaca Al-Qur’an ibadah. Tidak seperti membaca buku biasa. Bahkan Baginda Nabi mengatakan bahwa satu huruf diganjar satu hitungan pahala. Bukan satu suku kata, tapi satu huruf. Betapa motivasi Baginda Nabi kepada ummatnya agar selalu bersama kitab sucinya. Semakin banyak membaca Al-Qur’an tentu saja semakin banyak pahala; dan semakin lancar membacanya; akan semakin tertarik untuk mengkajinya dan insya Allah juga semakin kuat motivasi untuk menghafalnya.

Soal hafalan Al-Qur’an. Terus terang di Indonesia masih belum membudaya, walau sudah ada usaha-usaha masyarakat ke arah ini. Gerakan pemerintah belum ada. Berbeda dengan negara-negara lain. Mesir misalnya yang memang kurikulumnya menerapkan hal ini, khususnya di Al-Azhar. Sejak kecil anak-anak sebelum masuk sekolah SD sudah belajar di Kuttab atau Katatib namanya. Disini diwajibkan untuk menghafal Al-Qur’an walaupun belum tahu maknanya. Ketika tamat SD sudah hafal Al-Qur’an. Makanya tidak heran disana anak berusia 9 tahun sudah hafal Al-Qur’an. Ketika tamat SMP hafalannya diuji untuk kelulusan. Tamat SMA juga begitu, hafalannya diujikan, begitu seterusnya ketika di perguruan tinggi, dari S1, S2 dan S3 semua hafalan Al-Qur’annya diujikan. Makanya tidak heran jika sopir taksi sekalipun di Mesir banyak yang hafal Al-Qur’an. Saya menemukan sendiri hal ini ketika seorang sopir taksi mengajak anaknya sambil mereview hafalan anaknya. (Taksi di Kairo boleh mengambil penumpang lebih dari seorang (lain) selama masih kosong dan tujuannya masih searah dengan penumpang awal. Jadi mirip angkot, cuma bedanya kalau angkot pakai trayek, taksi tidak). Di Libya juga begitu, bahkan disana lebih separuh penduduknya hafal Al-Qur’an. Pakistan juga tidak beda.

Menghafal Al-Qur’an selain anjuran agama juga bisa dijadikan sebagai terapi lupa bahkan pikun. Bagi pensiunan banyak cara melawan lupa ini. Salah satunya adalah dengan menghafal Al-Qur’an. Apalagi jika Al-Qur’an dijadikan santapan dan bacaan wajib harian. Bagi yang sudah lancar hal ini akan lebih mudah karena mendukung untuk itu, dan Al-Qur’an itu sungguh mudah untuk dihafal, namun sungguh berat untuk dipelihara hafalannya. Saya sudah membuktikannya ketika masih mahasiswa dalam satu minggu bisa menghafal 1 juz. Sungguh kemudahan yang Allah berikan. Tapi sungguh susah memelihara hafalan tadi apabila tidak diulang-ulang dan di muraja’ah. Bagi yang belum lancar, saat ini sudah banyak diterbitkan Al-Qur’an dengan bantuan i-pen yang memandu bacaan yang benar dengan suara Qari internasional. jadi, tidak ada alasan lagi untuk tidak membaca Al-Qur’an, bahkan menghafalnya.

Mari kita lawan pikun dan lupa dengan menghafal AL-Qur’an. Sepakat?

Sumber : edukasi.kompasiana.com

0 komentar:

Posting Komentar