oleh: Ust Arif Muhibullah.
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa lebih dari sepertiga kandungan di dalam Al Qur’an
berisi tentang kisah. Perjalanan manusia mulai Adam a.s. sampai Rasulullah saw.
Orang-orang mulia itu diutus untuk menyampaikan risalah kepada umat manusia.
Maka dihadirkanlah kisah-kisah mereka di dalam Al Qur’an agar dapat kita
pelajari dan menjadi hikmah untuk menjalani kehidupan hari ini dan dikemudian
hari.
Dominasi
kandungan tentang kisah didalam Al Qur’an, tentunya bukan tanpa maksud. Karena
di dalam kisah, pastilah ada jawaban-jawaban terbaik yang menjadi ibroh untuk
umat manusia. Menjadi petunjuk bagi manusia yang membaca dan mempelajarinya.
Namun tidak banyak manusia yang menyadari akan hal tersebut. Karena sebenarnya,
kejadian-kejadian dalam siroh ketika dikaitkan dengan kehidupan hari ini
hanyalah sebuah kisah atau kejadian yang berulang. Yang berbeda hanya waktu dan
pelakunya. Maka benarlah jika ada orang yang mengatakan bahwa, siapa yang
menguasai sejarah masa lalu, dia pula yang akan menguasai masa depan. Karena di
dalam kisah manusia di masa lalu banyak hikmah atau pelajaran yang dapat
dijadikan solusi permasalahan manusia di era sekarang atau yang akan datang.
Di dalam
Al Qur’an terdapat kisah orang-orang yang taat kepada Allah, diantaranya ada
yang dari golongan Nabi, ada pula dari golongan manusia biasa. Dari golongan
Nabi, disebutkan kisah mulai dari Nabi Adam, Idris, Nuh, Musa, dan nabi-nabi
yang lain. Sementara dari golongan manusia biasa, disebutkan kisah orang-orang
sholeh, contohnya kisah Imron. Bahkan disebutkan bahwa kisah Imron bukan kisah
seorang diri melainkan juga kisah dengan keluarganya. Lebih dari itu, bahkan
keluarga Imron disejajarkan dengan Rasul di dalam penyebutannya di Al Qur’an.
“Sesungguhnya
Allah telah memilih Adam, dan Nuh, dan keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran
atas sekalian bangsa-bangsa.” (QS
Ali Imran: 33)
Dipilih manusia
yang utama di antara manusia yang banyak.
"(Ialah)
keturunan yang sebahagiannya adalah dari yang sebahagian. Dan Allah adalah Maha
Mendengar lagi Mengetahui . "
(QS. Ali Imran 34).
Adam
sebagai bapak manusia. Dialah yang terlebih dahulu terpilih menerima wahyu dan
menyampaikan wahyu itu kepada anak-cucunya. Disinilah timbul pendapat bahwa
nabi dan rasul sama-sama mendapat wahyu. Tetapi nabi hanya mendapat wahyu dan
tidak membawa syariat. Sedang rasul mendapat wahyu dan di antara wahyu itu
mengandung syariat yang wajib disampaikannya kepada manusia. Itu sebabnya maka
seorang rasul dengan sendirinya adalah nabi, tetapi seorang nabi belumlah tentu
bahwa dia merangkap jadi rasul.
Manusia
yang pertama sekali mendapat kehormatan terpilih menerima wahyu dari keturunan
Adam ialah Nuh. Diantara Adam dan Nuh ada lagi seorang nabi, yaitu Idris.
Tetapi di dalam ayat ini lebih dikemukakan Nabi Nuh sebab dia telah mulai
membawa syariat yang tegas kepada ummat manusia (lihat Surat 42, as-Syura,ayat
13),yang meskipun telah diajarkan oleh Adam, namun anak cucunya telah mulai
menyembah berhala.
Nabi
Nuh-lah yang mendapat perintah untuk membuat bahtera untuk melepaskan
orang-orang yang percaya kepada Allah yang Tunggal. Maka ditenggelamkanlah
manusia yang menyembah berhala dan diselamatkan manusia yang percaya dan
mengikut kepada pimpinan Nuh. Di antara anak Nuh yang terkenal dalam catatan
sejarah ialah Ham, Sam dan Yafits. Dari keturunan Nuh yang bernama Sam ialah
kemudian lahir Ibrahim. Ibrahim disebut pada ayat 33 ini, keluarga Ibrahim.
Sebab Ibrahim dengan beroleh kedua puteranya Ismail dan Ishak, telah menurunkan
keluarga yang besar. Ismail anak yang tertua telah mengembangkan bangsa Arab
Adnani dan Ishak telah mengembangkan Bani Israil.
Berpuluh
nabi dan rasul telah ditimbulkan pada Bani Israil. Kemudian timbullah dari
keturunan Bani Israil itu keluarga Imran. Di dalam al-Qur'an ada tersebut dua
Imran, tetapi jaraknya lebih kurang 1.800 tahun. Imran yang pertama adalah ayah
dari Nabi Musa, dan Imran yang kedua ialah ayah dari Maryam, dan Maryam ini ibu
dari Nabi Isa As. Adapun satu cabang dari keluarga Ibrahim yang dari puteranya
Ismail,akan diutus pula Nabi Muhammad Saw. Maka keluargakeluarga yang mulia
ini telah diberikan kemuliaan nubuwwat dan risalah, bahwa pimpinan ruhani dari
umat manusia didatangkan Allah melalui keluarga-keluarga ini.
"(Ingatlah)
tatkala bermohon isteri Imran: Ya Tuhanku! Sesungguhnya aku telah bernazar
(anak) yang dalam perutku ini akan diperhambakan kepada Engkau." (pangkal ayat 35).
Ada
seorang laki-laki yang shalih namanya Imran, senama dengan ayah Nabi Musa yang
hidup 1.800 tahun sebelumnya. Sebab sejak zaman dahulu, sampai kepada zaman
sekarang, orang-orang yang shalih dalam agamanya suka sekali memakai nama
orang-orang yang mulia untuk menjadi nama anaknya. Hal inilah yang menyebabkan
ayah Imran ini menamai anaknya demikian karena ayah Nabi Musa yang besar itu,
bernama Imran pula.
Laki-laki
yang bernama Imran ini mempunyai seorang isteri yang shalihah yang sedang
hamil. Disaat hamil itulah, ia bernadzar jika nanti anaknya lahir, akan
diserahkan menjadi abdi Allah, merawat dan menjaga Baitul Maqdis. Di antara
keluarganya sendiripun ada orang yang menjadi perawat tempat suci itu, yaitu
Nabi Zakaria, suami dari kakaknya. Maka berserulah dia dalam do'anya agar
nazarnya itu dikabulkan oleh Allah.
Diluar
dugaannya, ternyata anak yang lahir adalah seorang bayi perempuan. Padahal yang
diharapkan adalah anak laki-laki. Meskipun anak itu dilahirkan perempuan, dia
bukanlah perempuan biasa. Kelak bayi
perempuan itu akan dijadikan Allah suatu ayat bagi isi alam, bahwa seorang
wanita yang suci, bersih dan shalihah akan melahirkan seorang putra, yang
menjadi Nabi Allah, yaitu Isa As. Dan proses kelahiran itu, atas kehendak Allah
tanpa dihadirkannya seorang suami.
"Dan aku
telah menamainya Maryam, dan sesungguhnya aku memperlindungkannya dan
keturunan-keturunannya kepada Engkau daripada syaitan yang terkutuk" (ujung ayat 36).
Dengan
ujung do'a yang demikian, nampak sekali lagi bagaimana shalihnya perempuan ini.
Dia merasa anaknya yang perempuan ini lemah tidak berdaya dibanding dengan
laki-laki, namun nazarnya akan diteruskannya. Oleh karena itu, dia memohon
kepada Allah agar anaknya dan keturunan-keturunannya mendapat perlindungan dari
godaan syatitan yang terkutuk. Dan Allah telah mengatur skenario selanjutnya,
bayi Maryam diasuh oleh Nabi Zakaria yang solih. Sehingga dapat menjaganya dari
godaan syaitan yang terkutuk.
Terdapat
dua kata penting untuk kita jadikan dasar dalam pendidikan anak-anak. Pertama,
ialah dari keturunan ayah-bundanya yang shalih, sehingga anak akan tumbuh dan
berkembang dalam darah keturunan yang baik. Kedua, perhatian kepada
siapa yang mengasuh dan mendidik. Sehingga, apabila guru yang menyambutnya
adalah orang yang solih, maka insyaAllah anak juga akan tumbuh dan berkembang
menjadi orang solih.
Itulah
cuplikan kisah dalam Surat Ali Imron, tapi tidak ada kisah tentang Imran. Yang
muncul adalah kisah dua orang wanita dalam keuarga Imron. Yaitu Kisah Hana
istri Imran, dan kisah Maryam putri Imran.(bersambung ke bagian II)
masya Allah,, nunggu bagian keduanya tadz.
BalasHapus