OBAT VIRUS CORONA

sebaik baik penawar adalah do'a.

Ini bunyi do'a agar dilindungi dari #Corona dan penyakit lainnya


Sebarkan ke yang lain, semoga bermanfaat.

Semoga Allah selamatkan negeri ini, wabil khusus umat muslim dari penyakit #corona dan sejenisnya.
Al Fatihah...

*6 NASIHAT ULAMA*
*MENGHADAPI VIRUS CORONA*

┈•✿❁✿•┈

(Ringkasan Nasihat Ulama Kota Madinah Asy-Syaikh Prof. Dr. AbdurRozzaq Al-Badr hafizhahullah)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

*Pertama:*

الواجب على كلٍّ مسلمٍ أن يكون في أحواله كلها معْتصمًا بربِّه جلّ وعلا متوكِّلاً عليه معتقدًا أنّ الأمور كلّها بيده

Wajib bagi setiap muslim dalam semua kondisinya untuk selalu memohon perlindungan kepada Rabb-nya, Allah yang Maha Agung lagi Maha Tinggi, bertawakkal kepada-Nya dan meyakini bahwa segala sesuatu adalah takdir Allah jalla wa 'ala.

Allah ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ

"Tidak ada satu musibah yang menimpa, kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya." [At-Taghabun: 11]

Allah ta'ala juga berfirman,

قُلْ مَن ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُم مِّنَ اللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً

"Katakanlah: Siapakah yang dapat melindungi kamu dari Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?” [Al-Ahzab: 17]

*Kedua:*

إنّ الواجب على كلِّ مسلم أن يحفظ اللهَ -جلّ وعلا- بحفْظِ طاعته امتثالاً للأوامر واجتنابًا للنواهي، قال صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في وصيّته لابن عباس رَضِيَ اللهُ عَنْهُما : «احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ»

Sesungguhnya wajib bagi setiap muslim untuk menjaga (agama) Allah jalla wa 'ala dengan cara taat kepada-Nya, yaitu menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda,

احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ

"Jagalah (agama) Allah, maka Allah akan menjagamu, jagalah (agama) Allah, maka kamu akan mendapati Allah selalu menolongmu." [HR. At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma]

*Ketiga:*

إنّ شريعة الإسلام جاءت ببذْل الأسباب والدّعوة إلى التّداوي ، وأنّ التَّداوي والاستشفاء لا يتنافى مع التّوكّل على الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

Sesungguhnya syari'at Islam mengajarkan untuk mengambil sebab-sebab (pencegahan sebelum sakit) dan berobat (ketika sakit), dan itu tidaklah menafikan tawakkal kepada Allah subhanahu wa ta'ala (selama hati kita bergantung hanya kepada-Nya).

(Di sini beliau juga menjelaskan anjuran makan 7 butir kurma 'ajwa di pagi hari dan termasuk sebaik-baiknya pencegahan penyakit adalah banyak berdoa kepada Allah 'azza wa jalla, terutama menjaga dzikir pagi petang).

*Keempat:*

أنَّ الواجب على كلِّ مسلم أنْ لا ينساق مع إشاعات كاذبة

Bahwa wajib bagi setiap muslim untuk mewaspadai berita-berita palsu (hoaks).

*Kelima:*

أنَّ المصائب التي تُصيب المسلمَ سواءً في صحّته أو في أهله وولده أو في ماله وتجارته أو نحو ذلك إن تلقَّاها بالصَّبْر والاحتساب فإنها تكون له رِفْعَة عند الله جلّ وعلا

Bahwa musibah yang menimpa seorang muslim, yang membahayakan kesehatannya, keluarganya, anaknya, hartanya, bisnisnya atau yang semisalnya hendaklah dihadapi dengan kesabaran dan mengharap pahala dari Allah 'azza wa jalla, maka itu akan menjadi peninggi derajatnya di sisi Allah jalla wa 'ala.

*Keenam:*

أنَّ أعظم المصائب المصيبة في الدين فهي أعظم مصائب الدنيا و الآخرة

Bahwa musibah terbesar yang harus lebih kita khawatirkan adalah musibah yang menimpa agama (yaitu kerusakan akidah, ibadah dan akhlak), karena itulah musibah terbesar di dunia dan akhirat.

Simak Selengkapnya: https://youtu.be/M7dQHruu-h8

https://t.me/taawundakwah/8159

SEBERAPA BESAR CINTA MU


Ukuran cinta mu terhadap Al Qur'an terlihat dari...

1. Seberapa rindu kamu ingin segera memegang kembali, membacanya lagi, dan ingin sekali berlama lama dengannya

2. Seberapa garing harimu, jika terlewat dari membaca al Qur'an. Ada bagian yang hilang dari hidupmu. Serasa kurang lengkap.

3. Seberapa betah kamu untuk bersama dengannya, pagi hari, siang, sore sampai malam hari ingin terus bersama al Qur'an. Lelah tilawah , ganti tadzabur. Ngantuk tadzabur, setel murottal. Jenuh murottal, ganti dengan hafalan. Apapun... Bersama al Qur'an.

4. Seberapa sering kau sebut dalam doamu, agar diistiqomahkan bersama al Qur'an. Hidup dan mati bersama al Qur'an. Mulia bersama al Qur'an. Berjuang bersama al Qur'an.


Dan pada akhirnya, kelak di hari akhir... kita berharap, Al Qur'an akan datang menghampiri kita. Memberi persaksian tentang amal kita bersamanya. Menyelamatkan kita dari panasnya api neraka...

Menghafal Al Qur'an itu menyenangkan

Menjadi Hafidz Al-Quran merupakan cita-cita luhur kaum Muslimin. Karena dengan hafalan Al-Quranlah derajat kita di surga bisa naik.

Namun, terkadang menghafal bisa menjadi menjenuhkan karena kesulitan menghafal Al-Quran.



Berikut adalah motivasi. agar menghafal Al-Quran tetap menyenangkan walau tak kunjung menghafal seluruh ayat Al-Quran:

1. Satu huruf Al-Qur’an satu kebaikan, dan satu kebaikan 10 pahala. Bagi yang kesulitan melafalkan, satu hurufnya dua kebaikan. Berarti setiap hurufnya 20 pahala. Semakin sulit semakin banyak. Kalikan dengan jumlah pengulangan Anda.


2. Al-Qur’an, seluruhnya, adalah kebaikan. Menghafal tak hafal-hafal berarti Anda berlama-lama dalam kebaikan. Semakin lama semakin baik. Bukankah Anda menghafal untuk mencari kebaikan.


3. Ketika Anda menghafal Al-Qur’an, berarti Anda sudah punya niat yang kuat. Rasulullah saw menyebut 70 syuhada dalam tragedi sumur Ma’unah sebagai qari (hafizh), padahal hafalan mereka belum semua. Ini karena seandainya mereka masih hidup, mereka akan terus menghafal. Jadi, meski Anda menghafal tak hafal-hafal, Anda adalah hafizh selama tak berhenti menghafal. Bukankah hafizh yang sebenarnya di akhirat?


4. Menghafal Al-Qur’an ibarat masuk ke sebuah taman yang indah. Mestinya Anda betah, bukan ingin buru-buru keluar. Menghafal tak hafal-hafal adalah cara Allah memuaskan Anda menikmati taman itu. Tersenyumlah.


5. Ketika Anda menghafal Al-Quran, meski tak hafal-hafal, maka dapat dipastikan, paling tidak, selama menghafal, mata Anda, telinga Anda, dan lisan Anda tidak sedang melakukan maksiat. Semakin lama durasinya, semakin bersih.


6. Memegang mushaf adalah kemuliaan, dan melihatnya adalah kesejukan. Anda sudah mendapatkan hal itu saat menghafal kendati tak hafal-hafal.


7. Adakalanya kita banyak dosa. Baik yang terasa maupun tak terasa. Dan menghafal tak hafal-hafal adalah kifaratnya, di mana, barangkali, tidak ada kifarat lain kecuali itu.


8. Tak hafal-hafal adakalanya karena Allah sangat cinta kepada kita. Allah tak memberikan ayat-ayat-Nya sampai kita benar-benar layak dicintai-Nya. Jika kita tidak senang dengan keadaan seperti ini, maka kepada siapa sebenarnya selama ini kita mencintai. Ini yang disebut: Dikangenin ayat.
Menghafal tak hafal-hafal tentu melelahkan. Inilah lelah yang memuaskan, karena setiap lelahnya dicatat sebagai amal sholeh. Semakin lelah semakin sholeh.


9. Menghafal tak hafal-hafal, tandanya Anda di pintu hidayah. Berat tandanya jauh dari nafsu. Jauh dari nafsu tandanya dekat dengan ikhlas. Dan ikhlas lahirkan mujahadah yang hebat.

Ku Persembahkan Mahkota Kemuliaan untuk Ayah dan Bunda

Kita ketahui bahwasanya di akhirat kelak Allah akan memberi mahkota bagi orangtua anak penghafal Al Quran. Namun jika kedua orangtuanya bercerai apakah keduanya tetap memperoleh mahkota tersebut? Simak penjelasan berikut ini: Mahkota bagi Orangtua Anak Penghafal Al Quran Pertanyaan: بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه Apakah anak yang hafidz quran tetap memberikan mahkota kelak di akherat pada orangtuanya (ayahnya) yang sudah bercerai namun sang ayah melupakannya (tidak menafkahi, tidak mengurusi, bahkan ia adalah seorang yang jahil agama, selama ini hanya di urus oleh ibunya). Apakah nanti di akhirat tetap akan dikenakan mahkota untuk ayahnya ? Syukuran wajazaakillahu khaira.
Jawaban: وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ بِسْـمِ اللّهِ Alhamdulillāh Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in. Menurut saya, ini pertanyaan yang (maaf) tak layak atau tak perlu. Kenapa? Sebab yang diberikan oleh anak penghafal quran sejatinya adalah kebaikan. Dan andaikan kebaikan itu dirasakan banyak orang, bukankah itu baik? Walaupun jika yang menerima kebaikan adalah orang yang menurut kita tidak pantas. Tapi bukankah ketidaksukaan kita untuk hal yang sifatnya kebaikan pada orang lain adalah pertanda sebuah hasad? Sebagai jawaban atas pertanyaan di atas, sesuai dengan Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orangtua akan mendapat mahkota di Surga sebagai ganjaran karena putranya adalah seorang Penghafal Al-Quran, وَإِنَّ الْقُرْآنَ يَلْقَى صَاحِبَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِينَ يَنْشَقُّ عَنْهُ قَبْرُهُ كَالرَّجُلِ الشَّاحِبِ فَيَقُولُ لَهُ هَلْ تَعْرِفُنِي ؟ فَيَقُولُ مَا أَعْرِفُكَ فَيَقُولُ لَهُ هَلْ تَعْرِفُنِي ؟ فَيَقُولُ مَا أَعْرِفُكَ فَيَقُولُ : أَنَا صَاحِبُكَ الْقُرْآنُ الَّذِي أَظْمَأْتُكَ فِي الْهَوَاجِرِ وَأَسْهَرْتُ لَيْلَكَ وَإِنَّ كُلَّ تَاجِرٍ مِنْ وَرَاءِ تِجَارَتِهِ وَإِنَّكَ الْيَوْمَ مِنْ وَرَاءِ كُلِّ تِجَارَةٍ . فَيُعْطَى الْمُلْكَ بِيَمِينِهِ وَالْخُلْدَ بِشِمَالِهِ ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ ، وَيُكْسَى وَالِدَاهُ حُلَّتَيْنِ لَا يُقَوَّمُ لَهُمَا أَهْلُ الدُّنْيَا فَيَقُولَانِ : بِمَ كُسِينَا هَذِهِ ؟ فَيُقَالُ بِأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآنَ “Dan sesungguhnya Al-Qur’an akan menjumpai pemiliknya pada hari kiamat pada saat kuburannya terbelah sebagaimana lelaki yang kurus dan pucat ia mengatakan kepadanya apakah engkau mengenalku? Lalu dia menjawab aku tidak mengenalmu, ia bertanya kembali apakah engkau mengenalku? Ia menjawab aku tidak mengenalmu, lalu ia berkata: “Aku adalah sahabatmu Al-Qur’an yang telah menghilangkan dahagamu pada saat siang hari yang sangat terik, yang telah membuatmu begadang di malam hari, dan setiap pedagang akan berada di belakang perniagaannya dan engkau sekarang pada hari ini di belakang semua perniagaan. Lalu diberikanlah kerajaan di tangan kanannya dan keabadian di tangan kirinya, dan disematkan di atas kepalanya mahkota yang megah, dan dipakaikan bagi kedua orangtuanya pakaian yang sama sekali tidak pernah dikenakan oleh penduduk dunia, lalu keduanya berkata: Mengapa kami diberikan pakaian semacam ini? maka dikatakan kepada keduanya: semua ini karena anak kalian menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabatnya saat di dunia.” [Silsilah Ash-Shahihah 2829] Dan perlu diingat, tak ada yang namanya mantan orangtua, walaupun sudah bercerai. Sama halnya dengan orangtua sambung/tiri, ia pun juga akan mendapat ganjaran yang serupa jika ikut membesarkan dan mendidik anak tirinya sampai menjadi Hafidz Al-Quran. Apa penghalangnya? Yang menghalangi adalah kesyirikan, sebab pelaku kesyirikan tidak akan mendapatkan surganya Allah. Dan jika tidak bisa mendapatkan surganya Allah, maka bagaimana mungkin akan mendapatkan mahkota di surga? Wallahu A’lam Wabillahit Taufiq. Dijawab dengan ringkas oleh: Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله Kamis, 6 Dzulqo’dah 1439H / 19 Juli 2018M Referensi: https://bimbinganislam.com/mahkota-bagi-orantua-anak-penghafal-al-quran/

Solusi kemandirian umat

Mohon do'a restu, sedang proses pembangunan ERQIMART, Minimarket RIJALUL QURAN. Sebagai sarana perputaran ekonomi pesantren. Sehingga uang santri akan berputar di pesantren saja. Dengan begitu, pesantren akan semakin kuat, kesejahteraan santri dan asatidz juga meningkat.
Selain itu, ERQIMART sebagai alternatif toko retail untuk kebutuhan masyarakat modern. Mengingat sekitar pesantren Rijalul Qur'an, kina mulai dipenuhi kapling dan perumahan yang akan dipenuhi masyarakat pendatang dari kota. Yang lebih spesialnya, depan pesantren Rijalul Qur'an 1 sedang proses pembangunan kolam wisata banyumili, yang tentunya akan menyedot perhatian masyarakat luas. Semoga ini manjadi berkah untuk pesantren dan untuk para dermawan. Bagi yang hendak ikut andil dalam program WAKAF produktif : PEMBANGUNGAN MINIMARKET PESANTREN, dapat menghubungi 085727484543. Atau bisa comment dibawah ya...

DUA 'MURSYID' PENGHAFAL AL QUR'AN

Hasan Al Banna, dan Hasan Al Hudaibi. Mereka berdua anak kembar, santri Pesantren Tahfidz @rijalulquran Semarang.
Saat ini masih sekolah tingkat SMP, namun hafalan Qur'an-nya sudah hampir selesai. Subhanallah. Nama mereka diambil dari dua tokoh pergerakan dakwah di Mesir yang sangat fenomenal. Hasan Al Banna mendirikan pergerakan dakwah di tahun 1928, kemudian diteruskan oleh Hasan Al Hudaibi setelah Al Banna syahid di tahun 1949. Kini kedua pemimpin pergerakan tersebut telah menghadap Allah, dengan mewariskan spirit perjuangan tiada henti. Sebagaimana nama beliau berdua memberi spirit pada pemakainya, seperti yang terjadi pada dua santri ini. Al Banna dan Al Hudaibi ini berasal dari 'al quds'-nya Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Kudus. Sebuah penamaan lokasi karena semangat yang tinggi untuk menghadirkan spirit Al Quds di Indonesia. Semoga mereka berdua dimudahkan Allah dalam menghafal Al Qur'an, dan dijadikan Allah sebagai penjaga Al Qur'an. Aamiin.

RAMPUNG HAFALAN 30 JUZ AL QUR’AN, SEBAGAI KADO ULANG TAHUN UNTUK IBUNDA

“Siapa yang membaca Qur’an, belajar dan mengamalkannya. Maka dipakaikan pada hari kiamat kepada kedua orang tuanya mahkota dari cahaya, cahayanya seperti pancaran cahaya matahari. Dipakaikan dua gelang untuk orang tuanya dimana tidak dapat dibandingkan dengan dunia seisinya. Kedua berkata, “Kenapa kita dipakaikan ini? Dikatakan, “Karena  kedua anak anda mengambil Qur’an.” HR. Hakim, (1/756).
Hadist itulah yang menjadi semangat para santri Rijalul Qur’an untuk segera menyelesaikan hafalan al qur’an. Termasuk juga dengan Nurista. Gadis belia asal kota semarang ini, atas izin Allah dapat merampungkan 30 juz hafalan al qur’annya dalam waktu 1 tahun 4 bulan. Hafalannya dikebut agar cepat selesai, sebagai hadiah ulang tahun untuk ibundanya. Tentunya, motiasi lainnya adalah untuk memberi hadiah mahkota kemuliaan kelak di surga untuk kedua orang tuanya. Sekarang Nurista beserta 9 santri yang lain sedang berjuang untuk bisa mengikuti ujian sanad hafalan, dan persiapan wisuda tahfiz tahun ini. Berikut 10 santri Pesantren Penghafal al Qur’an Rijalul Qur’an yang sudah menyelesaikan hafalan 30 juz al Qur’an. 1. Muhammad Ihsan Khoiruddin Abdullah ( bantul) 2. Sutomo Ainur Rohmat (semarang) 3. Abdul Aziz Rantisi ( tegal) 4. Baginda Adi Jaya Wahyu (demak) 5. Barkan Mas Sa'id (kendal) 6. Nurul Komariah ( demak) 7. Anggun Ayu Azzahra ( semarang) 8. Nurista Ayu ( Semarang) 9. Fatimah amanatul ula (Semarang) 10. Marisa (Purbalingga)

PENGUMUMAN HASIL SELEKSI PENERIMAAN SATRI BARU GEL 1 TH 2019

bismillah...

Berikut kami umumkan hasil seleksi penerimaan santri baru Pesantren Penghafal Al Qur'an Rijalul Qur'an gelombang 1 Tahun 2019. Kami sampaikan selamat kepada santri baru yang DITERIMA, dan akan diinformasikan lebih lanjut terkait jadwal aktif KBM.

bagi santri yang terdaftar sebagai CADANGAN, akan kami pertimbangkan dengan melihat hasil penerimaan santri baru gelombang dua, yang insyaAllah akan dilaksanakan tanggal 6-7 April 2019.

Sedangkan santri yang belum diterima, kami mohon maaf. karena terbatasanya sarana prasarana dan SDM pengampu, sehingga harus kami seleksi. semoga ananda mendapatkan tempat pendidikan yang lebih baik.

apabila ditemukan kesalahan nama atau informasi santri, bisa menghubungi panitia di nomer 085713373554.



MEMUKUL ANAK; dalam pendidikan islam (Bag 2)

“Tujuan dari hukuman dalam pendidikan Islam adalah memberikan arahan dan perbaikan, bukan balas dendam dan pemuasan diri. Untuk itulah harus diperhatikan kebiasaan anak dan karakternya sebelum menghukumnya, memotivasi anak untuk berusaha memahami dan memberbaiki kesalahannya, untuk kemudian kesalahan tersebut dimaafkan setelah diperbaiki.” (Jamal Abdurrahman dalam Athfalul Muslimin Kaifa Robbahumun Nabiyil Amin)
Dikarenakan hukuman ibarat obat, maka harus dijelaskan dosisnya dengan detail dan teliti. Jika dosisnya kurang maka penyakit tidak sembuh dan jika dosisnya kebanyakan maka bisa membahayakan pasien. Untuk itulah, kita semua harus mengetahui kaidah-kaidah hukuman yang merupakan dosisnya, sebagaimana yang diajarkan dalam Al Quran dan Sunnah.
Berikut ini kaidah-kaidah hukuman (diambil dari berbagai buku pendidikan Islam yang disimpulkan dari berbagai ayat dan hadits nabi).
1.        Kelembutan dan pendekatan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum hukuman
2.        Hukuman dengan pukulan merupakan hukuman terberat. Maka metode ini tidak boleh dipakai kecuali jika semua upaya tak lagi berguna.
3.        Menggantungkan cambuk adalah perintah nabi
“Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhum dan ia memarfu’kannya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam: Gantungkanlah cambuk yang bisa dilihat oleh semua anggota keluarga, karena itu sebagai adab bagi mereka.” (HR. Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir, dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid dan Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah).
Dalam riwayat lain, “Jangan kamu angkat tongkatmu dari mereka dan takut-takutilah karena Allah azza wajalla.” (HR. Al Baihaqi, Ibnu Asakir dan Abd bin Humaid). Umar bin Khattab pun langsung ke pasar membeli cambuk dan digantungkan di tempat yang bisa dilihat istri dan keluarganya.
4.        Jika kesalahan terjadi, maka berikut ini beberapa bentuk teguran sebelum pukulan sebagai solusi terakhir
a.    Nasehat dan petunjuk Rasulullah saw memberi nasehat dan pentunjuk bagi Umar bin Abi Salamah, “Hai nak, sebutlah nama Allah ta’ala, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang ada di hadapanmu.” (Muttafaq Alaih)
b.    Berpaling darinya
“Rasulullah saw jika melihat dari salah satu keluarganya ada sebuah dusta, beliau terus berpaling darinya hingga ia bertaubat.” (Lihat: Shahih Jami’ Ash Shagir, Al Albani)
c.    Ekspresi wajah
Ekspresi yang menunjukkan ketidaksenangan atas perbuatan itu.
d.   Teguran lisan
Seperti teguran Nabi kepada Hasan yang memakan kurma shadaqah, “Buang!, tidakkah kamu tahu kalau kita tidak memakan shodaqoh.” (HR. Muslim)
e.    Menghentikan perbuatan
Rasulullah saw meminta orang yang berkali-kali bertahak/mengeluarkan suara karena kekenyangan untuk menghentikan perbuatannya itu,“Hentikan dari majlis kami suara tahakmu, karena orang yang paling banyak kenyang di dunia adalah orang yang paling panjang laparnya di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, Tirmidzi berkata: Hasan Ghorib)
f.     Menjauhinya
Jika diperlukan seorang orangtua atau pendidik bisa menjauhinya sebagai bentuk hukuman. Tetapi dengan catatan tidak boleh lebih dari 3 hari. Sesuai dengan petunjuk nabi: “Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari 3 hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
g.    Menjewer
Ini adalah hukuman pertama untuk anak. Pada tahap ini si anak mulai mengenali kepedihan akibat melakukan kesalahan, yaitu telinganya dijewer. An-Nawawi menyebutkan dalam kitab ad-Adzakaar, dia katakan: Kami riwayatkan dalam kitan Ibnu Suni, dari Abdullah bin Busral-Mazzini r.a., ia berkata “Ibuku  mengutusku kepada Rasulullah saw dengan membawa seikat anggur. Nah, aku memakannya sebagian sebelum aku sampaikan kepada beliau. Ketika aku sudah bertemu beliau, beliau menjewer telingaku dan mengatakan, Hai Ghudar (koruptor).”
5.        Hukuman tidak boleh menjatuhkan kemuliaan diri sebagai manusia
6.        Hukuman tidak boleh sering dilakukan karena akan membuat anak justru semakin bertambah beku dan bodoh.
7.        Beri kesempatan pada kesalahan pertama untuk memperbaiki
8.        Jangan mengancam dengan sebuah hukuman jika tidak melaksanakan.
9.        Jaga lisan saat menghukum
10.    Yang menghukum harus orang tuanya tidak boleh diserahkan kepada saudaranya atau temannya
11.    Jika semua hukuman sudah tidak bisa lagi memperbaiki, maka hukuman terakhir berupa pukul atau sabet, bisa dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa syarat berikut:
a.    Sebelum dipukul, wajib dijelaskan sebab hukuman tersebut dengan menjelaskan perbuatan benar yang tidak akan menyebabkan hukuman pukulan
b.    Anak-anak tidak boleh dipukul sebelum berusia 10 tahun
c.    Untuk kesalahan sebesar kesalahan meninggalkan shalat. Di bawah itu, tentu tidak dipukul dengan cara yang sama dengan meninggalkan shalat.
d.   Tidak dipukul lebih dari 10 kali
e.    Pukulan tidak boleh membekas di kulit
f.     Alat pemukulnya sedang, tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras
g.    Pukulan diberikan dibeberapa bagian badannya, tidak di satu tempat
h.    Berikan jeda dari satu pukulan ke pukulan berikutnya, agar rasa sakitnya mereda terlebih dahulu
i.      Tidak boleh memukul wajah, kepala dan kemaluan. Lebih baik pukulan di kaki atau tangan
j.      Guru tidak boleh memukul saat marah, karena guru itu mendidik bukan membalas
k.    Hentikan hukuman juka anak-anak berlindung kepada Allah

MEMUKUL ANAK; dalam pendidikan islam (Bag 1)

Rasulullah saw bersabda “Tidaklah suatu keluarga diberi kelembutan melainkan akan memberi manfaat pada mereka. Dan tidaklah sebaliknya melainkan akan memberi mudharat pada mereka”.(Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dengan sanad sahih.)
Imam al-Ghazali rahiimahullaah  berkata “Anak kecil apabila dilalaikan pada awal pertumbuhannya, biasanya dia akan tumbuh dengan memiliki akhlak yang buruk: suka berdusta, pendengki, suka mencuri, mengadu domba, suka mencampuri urusan orang lain dan suka menipu. Semua itu bisa dihindari dengan pendidikan yang baik.”

Pendidikan yang keras dan kasar akan menghilangkan kelapangan jiwa, melenyapkan semangat, menyebabkan kemalasan, mendorong untuk berdusta karena takut keras dan kasar tersebut dan mengajari untuk berlaku licik. Hingga hal ini menjadi kebiasaan dan akhlaknya, maka rusaklah nilai kemanusiaannya. (Ibnu Khaldun dalam Mukaddimahnya)
Termasuk konsep pendidikan yang terbaik adalah apa yang disampaikan oleh Khalifah Harun ar Rasyid kepada pendidik anaknya. Khalaf al Ahmar berkata: Ar Rasyid mengirimkan utusan kepadaku tentang pendidikan anaknya Muhammad al Amin.
“Wahai Ahmar, sesungguhnya Amirul Mukminin telah menyerahkan kepadamu titian jiwanya dan buah hatinya. Maka, bentangkan tanganmu untuknya selapang-lapangnya dan kepadamu dia wajib taat, maka jadikanlah dirimu untuknya sesuai yang diinginkan Amirul Mukminin. Bacakan untuknya al Quran, ajarkan sejarah, untaikan syair-syair dan ajarkan sunnah. Buatlah ia mampu mengetahui posisi pembicaraan dan permualannya. Laranglah ia dari tertawa kecuali pada waktunya. Rengkuhlah ia untuk mengagungkan masyayikh Bani Hasyim jika mereka datang kepadanya dan meninggikan majlis para pemimpin jika mereka datang ke majlisnya. Jangan sampai ada waktu yang berlalu padamu kecuali kamu telah memberikan faedah baginya tanpa harus membuatnya sedih yang akan mematikan otaknya. Jangan menjauh di waktu lapangnya, sehingga dia merasakan manisnya waktu kosong dan membuatnya terbiasa dengannya. Luruskan ia semampumu dengan cara mendekat dan lembut. Jika dengan dua cara itu dia tetap tidak baik maka gunakan cara yang keras.”(Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya)
Jika seorang anak ada yang mendampinginya, menunjukkan kewajibannya dengan cara hikmah dan nasehat yang baik, mendekatkannya selalu dengan amal, maka tidak diperlukan hukuman keras. (M. Athiyyah Al Ibrasyi dalam At Tarbiyyah Al Islamiyyah sebagaimana dinukil Jamal Abddurrahman dalam Athfalul Muslimin Kaifa Robbahumun Nabiyyil Amin)
Pendidikan hari ini benar-benar sedang kebingungan dalam menemukan konsepnya dan seringkali hanya merupakan antitesa dari keadaan atau konsep pendidikan sebelumnya. Setelah sebelumnya dunia barat tenggelam di abad pertengahan dalam kegelapan, di mana memperlakukan anak-anak seperti binatang dan budak, dengan cara yang kasar. Maka sebenarnya mereka sedang memprotes masa lalu mereka sendiri. Akhirnya bermunculan konsep pendidikan yang terkesan lembut dan terlihat sangat bijak.
Tapi kita seorang muslim. Muslimin tidak punya masa lalu kelam dalam pendidikan anak. Konsep Islam tak pernah berubah dan berganti karena zaman dan keadaan. Lihatlah dua tokoh di atas yang berbicara tentang konsep pendidikan Islam. Dua tokoh yang terpaut 7 abad (Ibnu Khaldun abad 8 H dan M. Athiyyah adalah ilmuwan abad ini), memberikan kesimpulan yang sama
Masalahnya ada pada kita. Kitalah yang berubah dan berganti, karena pergeseran keyakinan. Akhirnya hasil pendidikannya pun bergeser dan berganti. Sangat jauh berbeda dengan hasil pendidikan Islam di masa kebesarannya. Jauh panggang dari api. DR. Khalid Ahmad Asy Syantut berkata dalam Tarbiyatul Athfal fil Hadits Asy Syarif,“Di lingkungan pendidikan barat dan para pengikutnya di dunia Arab dan Islam tersebar pemahaman bahwa pukulan bukan merupakan sarana pendidikan. Tetapi merupakan sarana pendidikan kuno yang telah gagal. Tidak dipakai kecuali oleh guru yang gagal, keras, kasar, menakuti siswa dan membuat mereka tidak mau bersekolah. Untuk itulah, keluar keputusan kementrian pendidikan di berbagai negara, larangan menggunakan metode ini dan mengancam guru yang memakainya akan dijatuhi hukuman yang berat.”
Pada abad pertengahan dan abad kejatuhan, pukulan ini diterapkan dengan cara yang tidak tepat dan berlebihan. Hingga wajah para guru menakutkan bagi anak-anak. Maka aturan pendidikan hari ini datang sebagai antitesa zaman itu.

Pukulan dalam Al Quran adalah sarana pendidikan
Pendidikan Islam dibangun di atas kelembutan, hikmah, nasehat baik dan jika harus diskusi menggunakan cara yang baik. Sebagaimana ayat, “serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik...” (QS. 16:125)
Bahkan Ummul Mukminin Aisyah r.a. pernah menyampaikan,
Rasulullah saw sama sekali tidak pernah memukul apapun dengan tangannya, tidak juga perempuan dan pembantu, kecuali sedang berjihad fi sabilillah. Beliau juga tidak pernah membalas orang yang mengejeknya, kecuali jika ada aturan Allah ta’ala yang dilanggar, maka beliau membalas karena Allah ta’ala.” (HR. Ibnu Hibban, Abu Ya’la dan Ibnu Asakir, dishahihkan oleh Al Albani)
Hadits tersebut shahih dan harus dijadikan landasan dalam hidup kita. Tetapi mari kita hentikan kebiasaan menyimpulkan dan mengambil keputusan hukum dengan hanya melihat satu atau sebagian dalil. Karena umat ini akan tergiring dalam kesimpulan yang bisa menyesatkan.
DR. Said bin Ali bin Wahf Al Qohthoni dalam Al Hadyu An Nabawi fi Tarbiyatil Aulad membimbing kita, “Tapi jika kelembutan dan kasih sayang tidak lagi bermanfaat, maka pendidikan yang hikmah adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan tepat dan profesional tanpa menambahi dan mengurangi. Seorang pendidik seperti dokter dalam mengobati penyakit dan pasien. Di antara penyakit ada yang memerlukan perlindungan di mana pasien dilarang memakan makanan tertentu. Di antara penyakit ada yang memerlukan obat dosis ringan. Tapi ada penyakit yang memerlukan pengobatan kay dengan api. Bahkan ada yang memerlukan proses operasi bagi si pasien jika tidak ada lagi pengobatan yang lainnya. Maka hal itu digunakan saat diperlukan. Dengan mematuhi persyaratan dan kaidah-kaidah syariat. Dan dalil dari Al Quran ataupun Sunnah mengizinkan ta’dib dengan kekuatan saat diperlukan.”
Bahkan DR. Said bin Ali mencantumkan 32 dalil dari Al Quran dan Sunnah yang menjelaskan secara umum dan khusus tentang hukuman dalam pendidikan.
Semua ini untuk menunjukkan dengan sangat gamblang, terang dan tidak meragukan bahwa Islam mengizinkan hukuman dalam pendidikan!
Hukuman bukanlah pembalasan dendam kepada anak. Tujuan sebenarnya adalah pendidikan dan merupakan salah satu metode pendidikan. Ibnu Jazzar al-Qairuwani mengetengahkan tentang pentingnya menghukum anak. Dia katakan, “Anak-anak sangat mudah dipimpin dan sangat gampang menerima. Apabila ada orang yang mengatakan seperti ini: ‘Kita dapat menemukan bahwa di antara anak-anak ada yang dapat menerima pengajaran, dan ada juga yang tidak menerima pengajaran. Demikian juga kita dapat melihat ada anak yang sangat pemalu, ada juga yang tidak malu-malu. Ada diantara anak-anak yang sangat giat belajar, ada juga yang malas dan tidak suka belajar. Ada juga anak yang apabila dipuji, dia akan giat belajar. Ada juga yang baru mau belejar setelah dihardik oleh gurunya. Ada juga yang baru mau belajar setelah dipukul. Demikianlah, kita temukan banyak perbedaan pada dunia anak antara suka dan tidak suka belajar. Terkadang kita juga melihat ada anak yang suka berbohong, ada yang suka berkata jujur. Adanya banyak perbedaan pada diri anak kita diperintahkan untuk mendidik dan mengajar anak kita di masa masih kecil. Karena, mereka tidak memiliki keinginan yang memalingkang mereka dari pemikiran yang baik dan perilaku yang terpuji.

Efektif dalam Mengoreksi Kesalahan Anak
            Tidak diragukan lagi bahwa menemukan dan mencabut akar kesalahan diangggap sebagai suatu keberhasilan yang luar biasa dalam aktivitas pendidikan. Apabila kita perhatikan inti dari setiap kesalahan yang dilakukan kita temukan bahwa intinya bersandar pada tiga hal:
a.    Kesalahan dalam pemahaman, yaitu si anak tidak memiliki pemahaman yang benar tentang sesuatu, sehingga dia melakukan kesalahan pada sesuatu tersebut.
b.    Kesalahan dalam aplikasi, yaitu si anak tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dari jari-jemarinya tidak terlatih untuk melakukan sesuatu pekerjaan sehinggga dia melakukan kesalahan.
c.    Kesalahan terletak pada diri anak itu sendiri yang sengaja melakukan kesalahan atau sianak termasuk yang memiliki jiwa pemberontak. Oleh sebab itu mencari inti kesalahan yang dilakukan membant memudahkan koreksinya.

1.    Mengoreksi Kesalahan Pemahaman
Seorang anak sama halnya dengan manusia lainnya yang ketidaktahuannya lebih banyak. Apabila dia memahami bagaimana melakukan suatu pekerjaan, tentu dia akan melakukannnya dengan baik. Dan tahap mengajari seorang anak untuk dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah adalah langkah pertama dalam meluruskan pemahamannya.

2.    Mengoreksi Kesalahan dengan Praktik Langsung
Mayoritas yang dituntut kepada anak untuk mengerjakannya adalah hal-hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya atau belum pernah melihat orang lain melakukannya. Oleh karena itu, dia tidak mengetahuinya. Apabila dia diminta untuk mengerjakan, kemungkinan besar dia akan melakukan kesalahan, sehingga perlu adanya koreksi. Apabila atas kesalahan ini dia dihukum, maka itu adalah kezaliman.
Di saat Rasulullah saw menemukan keadaan seperti ini, beliau memberikan pemahaman kepada si anak dengan praktik secara langsung. Beliau menyingsingkan lengan baju dan memperlihatkan kepada si anak bagaimana melakukan pekerjaan itu dengan benar.



Kaidah-Kaidah Dalam Hukuman.... (bersambung ke bagian II)