Rahasia Doa Umar bin khatab

Dialah Umar bin Khattab. Salah satu manusia teragung dan paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Namanya seringkali disebut beriringan dengan dua manusia agung lainnya; Nabi Muhammad Sallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakar Ash Shiddiq. Dikenal sebagai seorang yang teguh dan kokoh sebagai benteng kebenaran. Diantara doa yang sering ia baca adalah: _Allahummaj'al amali kullahu shaalihaa,wa liwajhika khaalishaa, wa laa taj'al li ahadin fiihi syai'a_ Ya Allah jadikanlah aktifitasku seluruhnya menjadi amal shaleh, tulus ikhlas karena Engkau, dan janganlah engkau jadikan sedikitpun bagian darinya untuk siapa pun dari makhlukmu" (Minhaj As-Sunnah An Nabawiyyah, 5/131) Inilah permohonan untuk sebuah produktifitas, sekaligus permohonan ketulusan yang terhingga dalam setiap aktifitas. Mengalir, lepas dan tanpa batas. Dengan ikhlas, seorang bisa menjadi sangat produktif, sebab tak ada lagi sekat pamrih dan berharap imbalan yang menghalanginya untuk terus memberi. Bisa kita bayangkan, bagaimana kalau Rasulullah, Abu Bakar, Umar, dan para shahabat lainnya berharap pamrih manusia dari apa yang mereka lakukan? Maka pasti potensi dahsyat mereka tidak akan keluar dan tidak menggoreskan sesuatu dalam sejarah peradaban umat manusia. Hanya karena mereka berharap hanya kepada Allah, selalu merindukan ridha dan surgaNya yang kenikmatannya tak terbatas, maka segala potensi itu meledak dan terpancar sampai ke seluruh dunia. "Berharap pamrih dari manusia, itulah yang membuat kemampuan dan kapasitas kita menjadi terbatas." kata Ust. Dr. Ahmad Hatta. Beliau memberikan sebuah permisalan yang sangat insipiratif. "Misalkan saya ini adalah penjahit baju yang sangat handal. Saya bisa membuat sebuah baju dengan sangat-sangat bagus. Ust. Nizam datang ke saya meminta saya untuk menjahit bajunya" "Saya tau bahwa Ust. Nizam hanya bisa membayar 50% dari harga baju ini yang sesungguhnya. Maka saya pun membuat baju itu tidak sebaik yang saya bisa, tapi sesuai dengan imbalan 50% yang bisa Ust. Nizam bayarkan. Walaupun hanya dengan kualitas 50%, ternyata Ust. Nizam sudah bahagia dengan hasilnya" Pertanyaannya, dalam keadaan seperti itu siapa yang rugi? Yang rugi adalah saya sebagai penjahit..! Saya jadi rugi dua kali. Pertama, orang akan menilai kapasitas saya sesuai hasil pekerjaan saya yang 50% itu. Nilai diri saya otomatis turun. Kedua, kemampuan saya yang seharusnya 100% semakin lama akan semakin turun menjadi 50%, 25%, 10% dan seterusnya" Maka bekerjalah semaksimal kapasitas yang kita miliki dalam hal apapun. Bukan sebatas imbalan yang kita terima. "Dalam kitab Hilyatul Aulia saya pernah membaca sebuah kisah" lanjut Ust. Hatta. "Ada seorang penjahit yang diminta membuat sebuah baju. Pelanggannya sangat puas karena ternyata hasil jahitannya bagus dan sesuai harapan" "Pelanggannya membayar 100% dari upah jahitnya. Tapi si penjahit hanya mengambil 50% dan mengembalikan sisanya" "Pelanggan terkejut. Silahkan ambil. Baju ini sangat bagus dan ini adalah upahnya" "Apa jawab penjahit? Saya mengerjakan baju ini hanya 50% dari kapasitas kemampuan yang saya miliki. Saya bisa membuatnya jauh lebih bagus lagi. Maka saya hanya mengambil 50% saja dari upahnya" "Inilah contoh orang yang sangat menghargai kemampuan dan kapasitas dirinya. Sementara orang yang melecehkan kemampuannya adalah yang bekerja 50% sementara dia minta bayaran 100%" Maka jangan pernah bekerja selevel ekspektasi orang lain kepad kita, tapi selevel kemampuan yang kita punya. *Ikhlas dan Profesionalisme* Kerja ikhlas itu bukan kerja asal-asalan, tapi kerja yang sangat profesional. "Menurut saya," kata Ust. Hatta lagi, "Indikator ikhlas itu ada tiga, yaitu tujuan, harapan, dan aksi. Tujuannya adalah Allah, harapannya adalah surga, maka aksinya harus 100%" Orang yang ikhlas tujuan utamanya adalah Allah. Dan Allah memiliki kekuasaan yang tidak terbatas. Ridha Allah adalah sesuatu yang paling indah dari apapun juga. Ia pun memiliki harapan mendapatkan surga dengan kenikmatan yang tidak terhingga. Surga itulah yang menjadi penghibur utama ketika menghadapi kehidupan yang turun naik. Ada keindahan di akhir yang bisa kita dapatkan saat kita melangkah sesuai ketentuan Allah. Karena ridha Allah itu mahal, surga itu mahal, maka kita pun harus bekerja dengan maksimal dan sangat profesional. Kita berusaha mengeluarkan semua kapasitas yang kita miliki untuk mendapatkannya. Dengan demikian, produktifitas kita pun menjadi tidak terbendung. Sebab tujuan dan harapannya sangat mahal, tinggi, dan tidak terbatas. Berbeda ketika kita hanya bekerja berharap imbalan manusia. Kita bekerja hanya sesuai imbalan. Maka potensi dan kapasitas kita yang dahsyat itu pun terkubur dalam-dalam. "Dalam segala aktifitas, sesunguhnya kita itu bermuamalah dengan Allah, walaupun tetap berinteraksi dengan manusia. Maka jangan pernah sebut ikhlas kalau belum professional" jelas Ust. Hatta. "Kenapa manusia itu sering tergoda dengan fitnah dunia? Sebab dunia itu sifatnya Ad-Dunuww, dekat. Sementar akhirat itu jauh di akhir. Maka kita sering tergoda mengambil yang ada di dekat tapi melupakan sesuatu yang jauh lebih indah di akhir. Padahal Allah sudah mengatakan _walal akhiratu khairun laka minal ula_ " Dari sinilah kita bisa memahami dahsyatnya keikhlasan. Ia dapat membebaskan diri kita sekat-sekat pamrih, gaji, insentif, dan imbalan, yang sering kali menghalangi kita untuk memberikan yang terbaik sesuai kapasitas yang kita miliki. Saat dunia itu datang setelah kita bekerja, ambil saja. Tapi pandangan mata kita tetap terfokus dengan apa yang ada di akhir yaitu keridhaan Allah dan surga-Nya. Dan saat segalanya kita tujukan untuk sesuatu yang tidak terbatas, maka kita pun bekerja dengan tidak terbatas. "Lepaskan saja dan jangan batasi kemampuan kita" pesan Ust. Hatta. Sejarah telah menceritakan kepada kita bahwa Islam menyebar dengan keikhlasan para pemikul risalahnya. Dan perkembangan Islam tidak bisa dibatasi kecuali umat Islam sendiri yang melemah. Badiuzzaman Said Nursi dalam Rasail Nur pernah menyatakan, "Banyak kejadian telah menceritakan kepada kita bahwa sepuluh orang laki-laki dapat melakukan beban yang seharusnya dipikul oleh 1000 orang dengan keikhlasan, saling membantu, dan musyawarah di antara mereka" (Shaiqalul Islam hal. 484) Di saat menjelang sakaratul maut, ada seseorang yang memuji-muji Umar bin Khathab. Umar hanya berkata, "Jangan katakan itu sekarang..! Katakan itu nanti di hadapan Allah!" Ya. Semua pujian, gaji, dan imbalan hanya akan bermanfaat ketika itu dapat membebaskan kita dari neraka dan memasukkan kita ke dalam surga. "اللهم اجعل عملي كله صالحاً، واجعله لوجهك خالصاً، ولا تجعل لأحد فيه شيئاً" Ya Allah jadikanlah aktifitasku seluruhnya menjadi amal shaleh, tulus ikhlas karena Engkau, dan janganlah engkau jadikan sedikitpun bagian darinya untuk siapa pun dari makhlukmu" ==== 23 Oktober 2017 www.duakhalifah.com

0 komentar:

Posting Komentar