Sekolah Penghafal Al Qur'an - Syaikh Abdul Qayyum -hafidzahullah-, salah seorang dosen di fakultas hadist Universitas Islam Madinah bercerita, saat beliau menghafal Al-Quran di Masjid Nabawi, seorang Syaikh Asy Syinkithi (Mauritania) menyapanya, Syaikh itu berkata,
Iya, Al-Quran mengalir bersama darah. Mereka menghafal Al-Quran sehingga menjadi bagian dari dirinya. Mereka tidak seperti kita, kalaupun hafal lebih banyak lupanya, kalau diingat banyak pula salahnya. Ilallahil Musytaka (hanya kepada Allah tempat mengeluh).
Apakah ada yang seperti itu? Ada dong, di Syinkith (Mauritania, sebuah negeri Di Afrika Utara). Disana, banyak sekali. Syaikh Hamid Akram Al-Bukhari -hafidzahullah- bercerita, diceritakan kepadanya salah seorang Syaikh-nya (Guru-nya), bahwa di sana, di Negeri Mauritania terdapat sebuah desa, di desa itu tidak ada yang tidak menghafal Al-Quran, kecuali satu orang. Di desanya ia menjadi terkenal, karena satu-satunya yang tidak menghafal Al-Quran.
Hal itu menjadi beban bagi dirinya, ia merasa malu, karena hanya ia sendiri yang tidak menghafal Al-Quran. Ia hanya seorang pengembala miskin, pagi pergi dengan gembalaannya, bersama terbenamnya matahari ia membawa hewan gembalaannya pulang ke kandang. Saat malam, badan sudah lelah. Kapankah ia menghafal Al-Quran ?
Sungguh, saya malu dengan diri saya sendiri dengan kisahnya, para pembaca pun pasti merasakan apa yang saya rasakan, malu dengan si pengembala, malu karena begitu jauhnya kita dari Al-Quran. Sebagaimana malunya si pengembala, melihat kenyataan dirinya, ia sendiri yang tidak hafal Al Quran di desanya.
Semangat tumbuh, tekad telah bulat, si pengembala mendatangi seorang guru ngaji, ia utarakan niatnya untuk menghafal Al-Quran. Kapan menghafalnya? Menentukan waktu sulit juga, karena si pengembala pergi pagi pulang Magrib. Akhirnya mereka mendapatkan jalan keluar, setiap pagi ketika si pengembala akan pergi ke tempat mengembala ia melewati rumah sang Syaikh, Syaikh akan membacakan satu kalimat dari Al-Quran kemudian si pengembala menghafalnya.
Mulai dari rumah Syaikh, komat-kamit tiada henti dari mulut si pengembala. Sejak pertama kali mendengar potongan ayat Al-Quran dari Syaikhnya, dia mengulanginya sampai 10 kali, 100 kali, atau lebih banyak lagi.
Si pengembala mengulangi sepotong ayat, atau satu kalimat dari Al-Quran mulai dari rumah Syaikh sampai ia kembali dari gembalaannya di sore hari. Dari pagi sampai sore ia ulangi potongan ayat yang diajarkan oleh gurunya, bahkan ketika ia naik pohon untuk mengambil makanan ternak tetap ia ulangi. Ia melakukan hal itu bersama gurunya sampai ia menghafal Al-Quran seluruhnya. Si pengembala tidak pernah melupakan hafalannya, karena telah ia ulangi satu kalimat dari ayat Al-Quran dari pagi sampai sore hari.
Anda ingin mencoba hal yang sama ?
Dari Mauritania kita berpindah ke negeri Mesir, ndak jauh-jauh, karena masih sama-sama di Afrika Utara. Syaikh Muhammad Hassaan -hafidzahullah- bercerita, seorang dokter menceritakan kepadanya kisah yang luar biasa. Mungkin ini yang disebut karamah wali.
Dokter bercerita, seorang Syaikh akan dioperasi (dibedah) karena penyakit yang ia derita, jam operasi telah ditentukan. Namun ketika Syaikh bertemu dengan dokter, ia meminta agar diundur operasinya selama satu jam, agar Syaikh dapat menyelesaikan bacaan Al-Quran yang menjadi wirid hariannya. Setelah satu jam yang ditentukan, maka Syaikh mempersilakan dokter untuk membiusnya dan melakukan operasi. Dokter menyetujui permintaan Syaikh.
Syaikh membaca 10 juz wirid harian dari hafalannya, 1 jam telah lewat, dokterpun membawa Syaikh ke ruang bedah, lisannya tetap mengalir dengan Al Quran. Pembiusan dilakukan Syaikh tidak sadarkan diri.
Terjadilah keajaiban. Dalam keadaan tidak sadar akibat pengaruh obat bius, lantunan bacaan Al Quran terus mengalir dari lisan Syaikh. Dokter berkata, “saat kami melakukan pembedahan, Syaikh terus menerus membaca Al Quran”.
Hafal-lah Al-Quran sampai masuk ke dalam urat-uratmu dan mengalir bersama darahmu!
Iya, Al-Quran mengalir bersama darah. Mereka menghafal Al-Quran sehingga menjadi bagian dari dirinya. Mereka tidak seperti kita, kalaupun hafal lebih banyak lupanya, kalau diingat banyak pula salahnya. Ilallahil Musytaka (hanya kepada Allah tempat mengeluh).
Apakah ada yang seperti itu? Ada dong, di Syinkith (Mauritania, sebuah negeri Di Afrika Utara). Disana, banyak sekali. Syaikh Hamid Akram Al-Bukhari -hafidzahullah- bercerita, diceritakan kepadanya salah seorang Syaikh-nya (Guru-nya), bahwa di sana, di Negeri Mauritania terdapat sebuah desa, di desa itu tidak ada yang tidak menghafal Al-Quran, kecuali satu orang. Di desanya ia menjadi terkenal, karena satu-satunya yang tidak menghafal Al-Quran.
Hal itu menjadi beban bagi dirinya, ia merasa malu, karena hanya ia sendiri yang tidak menghafal Al-Quran. Ia hanya seorang pengembala miskin, pagi pergi dengan gembalaannya, bersama terbenamnya matahari ia membawa hewan gembalaannya pulang ke kandang. Saat malam, badan sudah lelah. Kapankah ia menghafal Al-Quran ?
Sungguh, saya malu dengan diri saya sendiri dengan kisahnya, para pembaca pun pasti merasakan apa yang saya rasakan, malu dengan si pengembala, malu karena begitu jauhnya kita dari Al-Quran. Sebagaimana malunya si pengembala, melihat kenyataan dirinya, ia sendiri yang tidak hafal Al Quran di desanya.
Semangat tumbuh, tekad telah bulat, si pengembala mendatangi seorang guru ngaji, ia utarakan niatnya untuk menghafal Al-Quran. Kapan menghafalnya? Menentukan waktu sulit juga, karena si pengembala pergi pagi pulang Magrib. Akhirnya mereka mendapatkan jalan keluar, setiap pagi ketika si pengembala akan pergi ke tempat mengembala ia melewati rumah sang Syaikh, Syaikh akan membacakan satu kalimat dari Al-Quran kemudian si pengembala menghafalnya.
Mulai dari rumah Syaikh, komat-kamit tiada henti dari mulut si pengembala. Sejak pertama kali mendengar potongan ayat Al-Quran dari Syaikhnya, dia mengulanginya sampai 10 kali, 100 kali, atau lebih banyak lagi.
Si pengembala mengulangi sepotong ayat, atau satu kalimat dari Al-Quran mulai dari rumah Syaikh sampai ia kembali dari gembalaannya di sore hari. Dari pagi sampai sore ia ulangi potongan ayat yang diajarkan oleh gurunya, bahkan ketika ia naik pohon untuk mengambil makanan ternak tetap ia ulangi. Ia melakukan hal itu bersama gurunya sampai ia menghafal Al-Quran seluruhnya. Si pengembala tidak pernah melupakan hafalannya, karena telah ia ulangi satu kalimat dari ayat Al-Quran dari pagi sampai sore hari.
Anda ingin mencoba hal yang sama ?
Dari Mauritania kita berpindah ke negeri Mesir, ndak jauh-jauh, karena masih sama-sama di Afrika Utara. Syaikh Muhammad Hassaan -hafidzahullah- bercerita, seorang dokter menceritakan kepadanya kisah yang luar biasa. Mungkin ini yang disebut karamah wali.
Dokter bercerita, seorang Syaikh akan dioperasi (dibedah) karena penyakit yang ia derita, jam operasi telah ditentukan. Namun ketika Syaikh bertemu dengan dokter, ia meminta agar diundur operasinya selama satu jam, agar Syaikh dapat menyelesaikan bacaan Al-Quran yang menjadi wirid hariannya. Setelah satu jam yang ditentukan, maka Syaikh mempersilakan dokter untuk membiusnya dan melakukan operasi. Dokter menyetujui permintaan Syaikh.
Syaikh membaca 10 juz wirid harian dari hafalannya, 1 jam telah lewat, dokterpun membawa Syaikh ke ruang bedah, lisannya tetap mengalir dengan Al Quran. Pembiusan dilakukan Syaikh tidak sadarkan diri.
Terjadilah keajaiban. Dalam keadaan tidak sadar akibat pengaruh obat bius, lantunan bacaan Al Quran terus mengalir dari lisan Syaikh. Dokter berkata, “saat kami melakukan pembedahan, Syaikh terus menerus membaca Al Quran”.
0 komentar:
Posting Komentar